Suka Duka Kerja Remote di Agensi & Startup Luar

Aan Ragil Julianko
7 min readAug 1, 2021

--

Halo apa kabar?

Semoga teman-teman pembaca sehat semua, begitupun dengan yang sedang sakit, semoga segera diangkat penyakitnya.

Pada kesempatan kali ini mau cerita mengenai suka dan duka yang aku dapatkan sebagai remote worker di Agensi dan Startup dari luar negeri.

Awal mula menjadi remote worker yaitu setelah pandemi melanda di Indonesia. Ketika awal tahun 2020 lalu, masih sebagai karyawan yang mengadu nasib di Ibukota. Bekerja sebagai UI/UX Designer di salah satu startup crowdfunding yang ada di Kelapa Gading, Jakarta Utara sejak tahun 2019.

Setelah kasus covid-19 pertama muncul pada bulan Maret 2020 di Jakarta, perusahaan tempatku bekerja waktu itu, langsung membuat keputusan WFH untuk semua karyawannya. Tanpa berpikir panjang aku pun bergegas memesan tiket kereta untuk balik ke Surabaya, dan bekerja secara WFH.

Singkat cerita, selama enam bulan WFH dari Surabaya, pandemi berdampak cukup besar buat perusahaan tempatku bekerja. Bersama hampir 50% dari total karyawan yang terkena layoff, dikarenakan keuangan perusahaan yang “katanya” sudah menipis, sehingga belum tentu bisa mengcover gaji beberapa bulan kedepan, ujar mereka.

Setelah mendapat pengumuman dari stackholder tentang keputusan posisi dan menjadi salah satu karyawan yang ikut dirumahkan. Aku pun bersiap-siap untuk mencari pekerjaan baru, dengan memperbarui CV dan Portofolio, untungnya sudah punya persiapan sewaktu-waktu kalo ku dirumahkan.

Bersyukurnya Product Manager ku di perusahaan itu, yang notabene orang Singapura menghubungi melalui Whatsapp dan bilang suka dengan kerjaanku selama bekerja bersama. Dia akan merefferalkan ke teman-temannya yang pemilik Agensi maupun pendiri Startup di Singapura.

Esok harinya aku mengecek email mendapati beberapa tawaran kerja maupun test di beberapa Agensi dan Startup, ternyata setalah ku cek berasal dari refferal PM, tawarannya datang dari perusahaan Singapura, Malaysia dan Jepang.

Lalu ku membalas satu persatu email tersebut, dengan harapan ada peluang baru untuk bekerja sebagai remote worker

Total 20 email yang ku balas pada saat itu, dengan total 8 email yang mendapat balasan untuk lanjut ke tahap desain test maupun interview. Setelah menjalani semua proses rekrutmen, Alhamdulillah 2 tawaran kerjaan full-time lolos dan 3 tawaran part-time maupun untuk bekerja secara freelance.

Setelah melalui semua proses perekrutan akhirnya memilih satu Agensi Digital di Singapura yang bernama Akin.

Akin perusahaan yang berfokus pada marketing design dan advertising. Ku bekerja sebagai full-time Visual Designer.

Untuk tawaran lainnya mencoba sebagai partime designer, akhirnya diterima di salah satu startup Singapura yaitu iCHEF POS sebagai partime Visual Designer.

Singkat cerita (lagi) :D, setelah hampir satu tahun bekerja remote sejak awal pandemi tahun 2020 hingga sekarang, Ku ingin berbagi pengalaman suka dan duka yang didapatkan selama ini.

Berikut beberapa poin yang bisa ku rangkum, check it dot :3

DUKA-nya dulu kali yaa 😅

1. Masalah Bahasa

Tantangan menjadi remote worker saat awal-awal adalah perbedaan bahasa, yak bahasa yang digunakan yaitu Singlish atau biasa disebut Singapur Inggris :D

Sebagai orang Indonesia dimana bahasa ibu menggunakan bahasa Indonesia, mau tidak mau harus belajar dan membiasakan menggunakan bahasa Inggris.

Day to day bekerja remote dengan agensi luar negeri, menggunakan bahasa Inggris sudah menjadi suatu keharusan bagi foreign remote worker. Baik membaca dokumen PRD, briefing, client pitching, weekly standup, pecha kucha dan diskusi dengan Art Director dan tim.

Hal yang aku lakukan untuk cepat beradapatasi adalah sering-sering lihat film berbahasa Inggris, latihan ngomong sendiri saat berkendara, dan pede aja dengan logat khas daerah sendiri medhok (jowo inggris) hehe

Saat mendapat kesempatan pertama kali untuk pecha kucha, dan presentasi ide dengan berbahasa Inggris, aku menyiapkan beberapa point dalam bahasa Inggris sekaligus di hari sebelumnya latihan terus-menerus.

Karena pengalaman yang ku alami, ketika berinteraksi dengan orang asing atau luar negeri itu sangat mengapresiasi apapun yang disampaikan oleh lawan bicara walaupun dengan menggunakan bahasa Inggris yang minim dan logat lokal, menurutku yang penting pede dan yang disampaikan itu bisa dimengerti oleh merek.

2. Budaya Kerja

Selanjutnya tantangan lain adalah budaya kerja. Pengalamanku selama bekerja kurang lebih 4 tahun dibidang ini, budaya kerja antara Indonesia dan Singapura amat sangat berbeda. You know lah :D

Jam kerja di Singapura menggunakan sistem 9 jam dengan 1 jam untuk istirahat dan makan siang. Memulai kerja pada jam 9 pagi hingga jam 6 sore tiap senin hingga jum’at.

Pelajaran yang bisa diambil yaitu selama jam kerja semua fokus dengan pekerjaan masing-masing dan meeting yang sangat efisien hanya 10–15 menit itupun sudah menyampaikan isi dari tujuan meeting tersebut.

Dan juga, amat sangat jarang selama bekerja ada seseorang yang mengobrol maupun basa basi tidak penting di slack, whatsapp maupun google meet.

Untuk jam di luar kerja, perusahaan sangat menghargai waktu bagi karyawan-karyawan mereka, sebagai contoh untuk weekend maupun diluar jam kerja semua tools komunikasi baik slack, whatsapp, maupun telegram semua nonaktif dan tidak ada gangguan (revishit) mendadak :P

3. Kesepian

Sebagai remote worker pada tahap ini adalah hal yang paling sulit, dimana semua pekerjaan yang dilakukan melalui online dengan tim yang berbeda negara nan jauh disana.

Saat pertama kali menjalaninya terasa sangat berat, ditambah dalam keadaan pandemi saat ini. Satu, dua bulan pertama adalah masa terberat bagiku. Tidak ada kesempatan tatap muka dan berdiskusi secara langsung dengan lainnya.

Trik yang kulakukan untuk menjaga mood dan kewarasan bekerja remote selama kurang lebih 8 jam adalah mendengar podcast atau lagu playlist kesukaan saat sedang bekerja. Jadi saat mendengar podcast bisa membayangkan suasana seperti ada keramaian di sekelilingku, jadi terkesan rame hehehe….

Jika bekerja remote dari rumah sudah mulai terasa bosan, hari esoknya pasti mencari suasana baru, pindah-pindah bekerja di kafe terdekat misalnya.

Ku lebih suka memilih kafe atau tempat yang tidak terlalu ramai yang cenderung sepi, wifi yang cukup kencang dan tentunya ada stop kontak buat ngecas laptop 😅

Sebagai remote worker harus pintar-pintar menjaga mood dan membuat variasi tempat untuk bekerja agar nyaman dan tidak bosan saat bekerja.

Setelah DUKA, pasti ada SUKA-nya lah ya….

1. Client dari Big Company

Selama bekerja di Agensi, aku lebih senang mempunyai andil atau peran ke dalam tim yang sedang mengerjakan maupun pitching project dari berbagai company terutama dari big company. Hal itu membuatku bisa belajar dari proses awal pitching, brainstorming ide, hingga ke proses mendesain suatu produk.

Mostly ku menangani di bagian desain marketing, sosial media, product design. Dari tahap wireframe hingga high-fidelity untuk desain website.

Menurutku beberapa pengalaman yang sangat menarik dan menantang adalah ikut mendesain pitch-deck dari Singtel, Website GenTM, dan bekerja sama dari tahap ide awal hingga desain final untuk sosial media client ECDA dan PTC.

Dengan pengalaman dan portfolio diatas aku bisa menerapkan dan pamer saat meeting dengan client buat freelance project, itung-itung jika deal project kan lumayan :P

2. Berbahasa Inggris secara otodidak

Karena secara tidak langsung dipaksa keadaan harus bisa berbahasa inggris dalam berkomunikasi saat bekerja, skill berbahasa yang awalnya so so tergolong kurang, akhirnya dengan sendirinya ku terbiasa dengan bahasa Singlia :P semakin kesini skill dalam bahasa Inggrisku jauh lebih membaik lah ya hehehe…

Sejauh ini yang awalnya tergolong kaku ketika bicara bahasa Inggris, lama kelamaan bisa terbilang luwes. Jadi memang disini terlihat bahwa kalimat Practice Make Perfect itu jelas terbukti

Modalnya emang harus nekat kayak Bonek lalu tidak malu dan pede aja :P

3. Bayaran dengan dollar $$$$

Sepertinya hal ini memang sudah menjadi topik terfavorite remote worker yang sering diceritakan :p

Nah karena Agensi tempat aku bekerja bukan dari Indonesia, namun dari Singapura. Untuk gaji, aku menerima dalam bentuk $ Singapura, dengan sistem hourly rate x 160 hours bekerja dalam satu bulan.

Ini masih perusahaan Singapura, coba bayangkan jika kalian bisa mendapatkan kerjaan di perusahaan Amerika maupun Eropa yang menggunakan mata uang USD maupun Euro, yang pasti lebih banyak kalo dirupiahkan hehe :p

Lumayan lah ya bisa buat nabung, beli tools buat kerja, sekaligus hedon beli makan enak dan traktir dengan pacar :D

4. Tidak kena macet

Hal terakhir yang paling ku sukaaaa sebagai remote worker adalah tidak perlu pergi ke kantor kwkwk

Paling males jika berjibaku dengan kemacetan pagi hari, polusi, keringat dan pasukannya.

Mostly selama bekerja remote, aku lakukan dari rumah. Jadi hanya perlu mandi, sarapan, memakai kaos oblong dan celana pendek saja hehe Tinggal duduk di ruangan kerja, menyalakan laptop dan siap bekerja deh :D

— — —

Sekian artikel dariku mengenai pengalaman sebagai remote worker, jika teman-teman mau mencoba atau ingin bertanya aku selalu standby :p di sosial media berikut.

Sosial media saya di sini aja, Instagram dan TwitterPortofolio Design saya di sini aja ya Behance, Dribbble, dan Uplabs.

--

--